- Riwayat Hidup
Auguste
Comte dilahirkan di Montpellier, Prancis tahun 1798, keluarganya beragama
khatolik dan berdarah bangsawan. Dia mendapatkan pendidikan di Ecole
Polytechnique di Prancis, namun tidak sempat menyelesaikan sekolahnya karena
banyak ketidakpuasan didalam dirinya, dan sekaligus ia adalah mahasiswa yang
keras kepala dan suka memberontak.
Comte
akhirnya memulia karir profesinalnya dengan memberi les privat bidang
matematika. Namun selain matematika ia juga tertarik memperhatikan
masalah-masalah yang berkaitan dengan masyarakat terutama minat ini tumbuh
dengan suburnya setelah ia berteman dengan Saint Simon yang mempekerjakan Comte
sebagai sekretarisnya.
Kehidupan
ekonominya pas-pasan, hampir dapat dipastikan hidupa dalam kemiskinan karena ia
tidak pernah dibayar sebagaimana mestinya dalam memberikan les privat, dimana
pada waktu itu biaya pendidikan di Prancis sangat mahal.
Pada
tahun 1842 ia menyelesaikan karya besarnya yang berjudul Course of Positive
Philosophy dalam 6 jilid, dan juga karya besar yang cukup terkenal adalah System
of Positive Politics yang merupakan persembahan Comte bagi pujaan hatinya
Clothilde de Vaux, yang begitu banyak mempengaruhi pemikiran Comte di karya
besar keduanya itu. Dan dari karyanya yang satu ini ia mengusulkan adanya agama
humanitas, yang sangat menekankan pentingnya sisi kemanusiaan dalam mencapai
suatu masyarakat positifis.
Comte
hidup pada masa akhir revolusi Prancis termasuk didalamnya serangkaian
pergolakan yang tersu berkesinambungan sehingga Comte sangat menekankan arti
pentingnya Keteraturan Sosial.
Pada
tahun 1857 ia mengakhiri hidupnya dalam kesengsaraan dan kemiskinan namun
demikian namanya tetap kita kenang hingga sekarang karena kegemilangan pikiran
serta gagasannya.
- Konteks Sosial dan Lingkungan Intelektual
Untuk
memahami pemikiran Auguste Comte, kita harus mengkaitkan dia dengan faktor
lingkungan kebudayaan dan lingkungan intelektual Perancis. Comte hidup pada
masa revolusi Perancis yang telah menimbulkan perubahan yang sangat besar pada
semua aspek kehidupan masyarakat Perancis. Revolusi ini telah melahirkan dua
sikap yang saling berlawanan yaitu sikap optimis akan masa depan yang lebih
baik dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi dan sebaliknya sikap
konservatif atau skeptis terhadap perubahan yang menimbulkan anarki dan sikap
individualis.
Lingkungan
intelektual Perancis diwarnai oleh dua kelompok intelektual yaitu para peminat
filsafat sejarah yang memberi bentuk pada gagasan tentang kemajuan dan para
penulis yang lebih berminat kepada masalah-masalah penataan masyarakat. Para
peminat filsafat sejarah menaruh perhatian besar pada pertanyaan-pertanyaan
mengenai apakah sejarah memiliki tujuan, apakah dalam proses historis
diungkapkan suatu rencana yang dapat diketahui berkat wahyu atau akal pikiran
manusia, apakah sejarah memiliki makna atau hanyalah merupakan serangkaian
kejadian yang kebetulan. Beberapa tokoh dapat disebut dari Fontenelle, Abbe de
St Pierre, Bossuet, Voltaire, Turgot, dan Condorcet. Para peminat
masalah-masalah penataan masyarakat menaruh perhatian pada masalah integrasi
dan ketidaksamaan. Tokoh-tokohnya antara lain Montesquieu, Rousseau, De Bonald.
Dua
tokoh filusuf sejarah yang mempengaruhi Comte adalah turgot dan Condorcet.
Turgot merumuskan dua hukum yang berkaitan dengan kemajuan. Yang pertama berisi
dalil bahwa setiap langkah berarti percepatan. Yang kedua adalah hukum tiga
tahap perkembangan intelektual, pertama, orang pertama menemukan sebab-sebab
adanya gejala-gejala dijelaskan dalam kegiatan mahluk-mahluk rohaniah, kedua,
gejala-gejala dijelaskan dengan bantuan abstraksi dan pada tahap ketiga orang
menggunakan matematika dan eksperimen. Menurut Condorcet, Studi sejarah
mempunyai dua tujua, pertama, adanya keyakinan bahwa sejarah dapat diramalkan
asal saja hukum-hukumnya dapat diketahui (yang diperlukan adalah Newton-nya
Sejarah). Tujuan kedau adalah untuk menggantikan harapan masa depan yang
ditentukan oleh wahyu dengan harapan masa depan yang bersifat sekuler. Menurut
Condorcet ada tiga tahap perkembangan manusia yaitu membongkar perbedaan antar
negara, perkembangan persamaan negara, dan ketiga kemajuan manusia
sesungguhnya. Dan Condorcet juga mengemukakan bahwa belajar sejarah itu dapat
melalui, pengalaman masa lalu, pengamatan pada kemajuan ilmu-ilmu pengetahuan
peradaban manusia, da menganalisa kemajuan pemahaman manusia terhadap alamnya.
Dan
penulis yang meminati masalah penataan masyarakat, Comte dipengaruhi oleh de
Bonald, dimana ia mempunyai pandangan skeptis dalam memandang dampak yang
ditimbulkan revolusi Perancis. Baginya revolusi nii hanya menghasilkan keadaan
masyarakat yang anarkis dan individualis. De Bonald memakai pendekatan organis
dalam melihat kesatuan masyarakat yang dipimpin oleh sekelompok orang yang diterangi
semangat Gereja. Individu harus tunduk pada masyarakat.
- Comte dan Positivisme
Comte
adalah tokoh aliran positivisme yang paling terkenal. Kamu positivis percaya
bahwa masyarakat merupakan bagian dari alam dimana metode-metode penelitian
empiris dapat dipergunakan untuk menemukan hukum-hukum sosial kemasyarakatan.
Aliran ini tentunya mendapat pengaruh dari kaum empiris dan mereka sangat
optimis dengan kemajuan dari revolusi Perancis.
Pendiri
filsafat positivis yang sesungguhnya adalah Henry de Saint Simon yang menjadi
guru sekaligus teman diskusi Comte. Menurut Simon untuk memahami sejarah orang
harus mencari hubungan sebab akibat, hukum-hukum yang menguasai proses
perubahan. Mengikuti pandangan 3 tahap dari Turgot, Simon juga merumuskan 3
tahap perkembangan masyarakat yaitu tahap Teologis, (periode feodalisme), tahap
metafisis (periode absolutisme dan tahap positif yang mendasari masyarakat
industri.
Comte
menuangkan gagasan positivisnya dalam bukunya the Course of Positivie
Philosoph, yang merupakan sebuah ensiklopedi mengenai evolusi filosofis
dari semua ilmu dan merupakan suatu pernyataan yang sistematis yang semuanya
itu tewujud dalam tahap akhir perkembangan. Perkembangan ini diletakkan dalam
hubungan statika dan dinamika, dimana statika yang dimaksud adalah kaitan
organis antara gejala-gejala ( diinspirasi dari de Bonald), sedangkan dinamika
adalah urutan gejala-gejala (diinspirasi dari filsafat sehjarah Condorcet).
Bagi
Comte untuk menciptakan masyarakat yang adil, diperlukan metode positif yang
kepastiannya tidak dapat digugat. Metode positif ini mempunyai 4 ciri, yaitu :
- Metode ini diarahkan pada fakta-fakta
- Metode ini diarahkan pada perbaikan terus meneurs dari syarat-syarat hidup
- Metode ini berusaha ke arah kepastian
- Metode ini berusaha ke arah kecermatan.
Metode
positif juga mempunyai sarana-sarana bantu yaitu pengamatan, perbandingan,
eksperimen dan metode historis. Tiga yang pertama itu biasa dilakukan dalam
ilmu-ilmu alam, tetapi metode historis khusus berlaku bagi masyarakat yaitu
untuk mengungkapkan hukum-hukum yang menguasai perkambangan gagasan-gagasan.
- Hukum Tiga Tahap Auguste Comte
Comte
termasuk pemikir yang digolongkan dalam Positivisme yang memegang teguh bahwa
strategi pembaharuan termasuk dalam masyarakat itu dipercaya dapat dilakukan
berdasarkan hukum alam. Masyarakat positivus percaya bahwa hukum-hukum alam
yang mengendalikan manusia dan gejala sosial da[at digunakan sebagai dasar
untuk mengadakan pembaharuan-pembaharuan sosial dan politik untuk menyelaraskan
institusi-institusi masyarakat dengan hukum-hukum itu.
Comte
juga melihat bahwa masyarakat sebagai suatu keseluruhan organisk yang
kenyataannya lebih dari sekedar jumlah bagian-bagian yang saling tergantung.
Dan untuk mengerti kenyataan ini harus dilakukan suatu metode penelitian
empiris, yang dapat meyakinkan kita bahwa masyarakat merupakan suatu bagian
dari alam seperti halnya gejala fisik.
Untuk
itu Comte mengajukan 3 metode penelitian empiris yang biasa juga digunakan oleh
bidang-bidang fisika dan biologi, yaitu pengamatan, dimana dalam metode ini
[eneliti mengadakan suatu pengamatan fakta dan mencatatnya dan tentunya tidak
semua fakta dicatat, hanya yang dianggap penting saja. Metode kedua yaitu
Eksperimen, metode ini bisa dilakukans ecara terlibat atau pun tidak dan metode
ini memang sulit untuk dilakukan. Metode ketiga yaitu Perbandingan, tentunya
metode ini memperbandingkan satu keadaan dengan keadaan yang lainnya.
Dengan
menggunakan metode-metode diatas Comte berusaha merumuskan perkembangan
masyarakat yang bersifat evolusioner menjadi 3 kelompok yaitu,
Pertama,
Tahap
Teologis, merupakan periode paling lama dalam sejarah manusia, dan dalam
periode ini dibagi lagi ke dalam 3 subperiode, yaitu Fetisisme, yaitu
bentuk pikiran yang dominan dalam masyarakat primitif, meliputi kepercayaan
bahwa semua benda memiliki kelengkapan kekuatan hidupnya sendiri. Politheisme,
muncul adanya anggapan bahwa ada kekuatan-kekuatan yang mengatur kehidupannya
atau gejala alam. Monotheisme, yaitu kepercayaan dewa mulai digantikan
dengan yang tunggal, dan puncaknya ditunjukkan adanya Khatolisisme.
Kedua,
Tahap Metafisik merupakan tahap transisi antara tahap
teologis ke tahap positif. Tahap ini ditandai oleh satu kepercayaan akan
hukum-hukum alam yang asasi yang dapat ditemukan dalam akal budi.
Ketiga,
Tahap Positif ditandai oleh kepercayaan akan data empiris sebagai sumber
pengetahuan terakhir, tetapi sekali lagi pengetahuan itu sifatnya sementara dan
tidak mutlak, disini menunjukkan bahwa semangat positivisme yang selalu terbuka
secara terus menerus terhadap data baru yang terus mengalami pembaharuan dan
menunjukkan dinamika yang tinggi. Analisa rasional mengenai data empiris
akhirnya akan memungkinkan manusia untuk memperoleh hukum-hukum yang bersifat
uniformitas.
Comte
mengatakan bahwa disetiap tahapan tentunya akan selalu terjadi suatu konsensus
yang mengarah pada keteraturan sosial, dimana dalam konsensus itu terjadi suatu
kesepakatan pandangan dan kepercayaan bersama, dengan kata lain sutau
masyarakat dikatakan telah melampaui suatu tahap perkembangan diatas apabila
seluruh anggotanya telah melakukan hal yang sama sesuai dengan kesepakatan yang
ada, ada suatu kekuatan yang dominan yang menguasai masyarakat yang mengarahkan
masyarakat untuk melakukan konsensus demi tercapainya suatu keteraturan sosial.
Pada
tahap teologis, keluarga merupakan satuan sosial yang dominan, dalam tahap
metafisik kekuatan negara-bangsa (yang memunculkan rasa nasionalisme/
kebangsaan) menjadi suatu organisasi yang dominan. Dalam tahap positif muncul
keteraturan sosial ditandai dengan munculnya masyarakat industri dimana yang
dipentingkan disini adalah sisi kemanusiaan. (Pada kesempatan lain Comte
mengusulkan adanya Agama Humanitas untuk menjamin terwujudnya suatu keteraturan
sosial dalam masyarakat positif ini).
Kesimpulan
Dari
penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa sifat dasar dari suatu
organisasi sosial suatu masyarakat sangat tergantung pada pola-pola berfikir
yang dominan serta gaya intelektual masyarakat itu. Dalam perspektif Comte,
struktur sosial sangat mencerminkan epistemologi yang dominan, dan Comte
percaya bahwa begitu intelektual dan pengetahuan kita tumbuh maka masyarakat
secara otomatis akan ikut bertumbuh pula.
Perkembangan
masyarakat, perkembangan ilmu pengetahuan dan perkembangan yang lainnya selalu
mengikuti hukum alam yang empiris sifatnya dan Comte merumuskan ke dalam 3
tahapan yaitu tahap Teologis, Metafisik dan Positif. Dimana dalam tahap
teologis dimana pengetahuan absolut mengandaikan bahwa semua gejala dihasilkan
dari tindakan langsung dari hal-hal supranatural. Tahap metafisik mulai ada
perubahan bukan kekuatan suoranatural yang menentukan tetapi kekuatan abstrak,
hal yang nyata melekat pada semua benda. Dan fase positif, sudah meninggalkan
apa-apa yang dipikirkan dalam dua tahap sebelumnya dan lebih memusatkan
perhatiannya pada hukum-hukum alam.
Jika
ditilik dari penjelasan diatas maka bentuk dari perkembnagan sejarah Auguste
Comte sulit untuk dipastikan apak mengikuti alur linier atau mengikuti alur
spiral tetapi yang jelas Comte tidak terlalu murni menggunakan kedau alur
tersebut, yang pasti ia mengarah pada progresifitas dimana masyarakat positif
merupakan cita-cita akhirnya yang sebelum nya harus melalui 2 tahapan
dibawahnya, yaitu tahap Teologis dan Metafisik.
Herbert Spencer
Teori Evolusi boleh
dibilang melekat pada sosok Charles Darwin. Bukunya Origin of Species dianggap
sebagai peletak dasar teori evolusi dalam ilmu pengetahuan. Lalu, di manakah
posisi Herbert Spencer? Faktanya, Spencer lebih awal memunculkan gagasan teori evolusi
ketimbang Darwin. Spencer mengenalkan konsep evolusi sosial dalam bukunya Social
Statics pada 1850, sembilan tahun sebelum Darwin menulis Origin
of Species (1859). Spencer (1897) menguraikan teori evolusi secara
mendalam dalam The Principles of Sociology yang terbit 1897 di
New York. Dalam buku ini Spencer menyebut kata “evolusi” dalam beragam
variannya sebanyak 249 kali, termasuk kutipan langsung dan daftar isi.
A. Sekilas
tentang Herbert Spencer
Spencer lahir sebagai
anak tunggal seorang guru sekolah di kota kecil Derbyshire, Midland, Inggris
pada 27 April 1820 dan meninggal pada 8 Desember 1903. Dia sebenarnya tidak
terlahir tunggal, melainkan sembilan bersaudara. Cuma saja, dia menjadi
satu-satunya anak pasangan William dan Haerriet Spencer yang bertahan hidup.
Karena alasan kesehatan, Spencer kecil menjalani pendidikan di rumah. Dia
tidak belajar seni dan humaniora, melainkan teknik dan bidang utilitarian
(Ritzer dan Goodman, 2007).
Potret keluarga
Spencer yang bergelut melawan penyakit menjadi semacam mozaik dari kehidupan
Inggris zaman Victorian abad ke-19. Inggris yang memasuki Revolusi Industri
terperosok ke dalam problem negara industri yang sangat suram sekaligus
mengkhawatirkan. Kala itu, bangunan pabrik biasanya menyatu dengan kawasan pemukiman.
Bangunannya tua dan tidak terawat, ventilasi minim, kotor, penuh jelaga hitam,
sempit, dan sumpek. Selain mengepung kota dengan asap hitam, limbah pabrik juga
menimbulkan pencemaran, sanitasi yang tidak terawat, jalanan yang buruk, dan
tentu saja polusi.
Dalam usia relatif
muda, 17 tahun, Spencer muda terjun ke dunia kerja sebagai insinyur sipil di
sebuah perusahaan kereta api London dan Birmingham. Karirnya terbilang bagus
hingga akhirnya dia dipercaya menjadi wakil kepala bagian mesin di perusahaan
tersebut. Selama periode ini Spencer melanjutkan studi atas biaya sendiri.
Spencer memiliki
kemampuan sangat baik dalam mekanika. Kemampuan itulah yang memengaruhi
imajinasinya dalam ilmu pengetahuan, terutama tentang biologi, masyarakat, dan
ilmu sosial. Pada saat menjadi insinyur inilah Spencer mulai belajar menulis
artikel secara serius. Tulisan pertamanya di bidang sosial dengan judul On
the Proper Sphere of Government pada 1842 dimuat di majalah Non
Conformist. Enam tahun kemudian, 1848, tulisan yang sama dimuat The
Economist, majalah ekonomi terkemuka yang berbasis di London.
Tulisan Spencer
mendapat sambutan hangat penggemarnya sehingga mereka rela membayar lebih dulu
tulisan-tulisan Spencer sebelum tulisan itu diterbitkan. Kondisi inilah yang mendorong
Spencer untuk berpikir alih profesi menjadi penulis ilmu pengetahuan bidang
pengetahuan sosial, khususnya sosiologi. Untuk mewujudkan cita-citanya
tersebut, saat usianya menginjak 28 tahun dia pindah menjadi wakil editor
majalah The Economist, berita mingguan yang berbasis di London.
Majalah ini merupakan oposisi pemerintah dan pendukung perdagangan bebas.
Melalui majalah ini Spencer banyak bertemu dengan orang terkenal pada saat itu,
seperti Thomas Huxley dan George Eliot. Saat usianya memasuki 30 tahun, Spencer
telah mampu menerbitkan buku pertamanya yang berjudul Social Statics.
Tiga tahun kemudian, pamannya (Thomas Spencer) meninggal dunia dan mewariskan
harta cukup banyak kepada Spencer.
Berbekal warisan
itulah Spencer berani memutuskan untuk berhenti bekerja dan mencurahkan seluruh
kegiatannya untuk menulis. Keberhasilan Spencer menulis banyak buku karena
selain gemar membaca, Spencer adalah kolektor yang tekun mengumpulkan
fakta-fakta mengenai masyarakat di manapun di dunia ini, seorang yang rajin
mengumpulkan informasi, membuat sistematika atau klasifikasi data. Spencer
memang sejak kecil mempunyai hasrat dan keinginan yang besar untuk menambah dan
mengumpulkan ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya dan memahami keseluruhannya.
Spencer juga mengembangkan
sistem filsafat dengan aspek-aspek utiliter dan evolusioner. Spencer membangun
utiliterisme Jeremy Bentham yang memelopori aliran gerakan reformasi. Jeremy
Bentham berpendapat bahwa logika ilmiah harus didasarkan pada pengetahuan yang
cukup mengenai kondisi kehidupan sosial yang aktual. Konsep ini mendahului
konsep-konsep Charles Darwin (Sukanto: 1982: 36).
Spencer adalah orang
yang pertama kali memperkenalkan konsep Survival of the fittest atau
yang kuatlah yang akan menang dalam bukunya Social Statics yang
terbit pada tahun 1850. Konsep ini untuk menggambarkan kekuatan fundamental
ilmu biologi yang menjadi dasar perkembangan evolusioner. Konsepsi ini
dipengaruhi karya Thomas R. Malthus mengenai tekanan kependudukan, An
Essay on the Principle of Population (1798). sinya konsepnya
antara lain adalah perjuangan untuk dapat bertahan bagi suatu masyarakat atau
bagi beberapa masyarakat agar menghasilkan keseimbangan karena perubahan yang
terjadi dari keadaan yang homogen yang tidak terpadu menjadi heterogen yang
terpadu.
Sembilan tahun
kemudian teori evolusioner karya Darwin terbit. Spencer dan Darwin melihat
adanya persamaan antara evolusi organisme dengan evolusi sosial. Evolusi sosial
adalah serangkaian perubahan sosial dalam masyarakat yang berlangsung dalam
waktu lama yang berawal dari kelompok suku atau masyarakat yang masih
sederhana dan homogen kemudian secara bertahap menjadi kelompok suku atau
masyarakat yang lebih maju dan akhirnya menjadi masyarakat modern yang kompleks
(Horton dan Hunt, 1989:208).
B. Karya-karya
Herbert Spencer
The Principles of Sociology, salah satu karya
utama Spencer.
Selama hidupnya,
Spencer menghasilkan sejumlah karya besar. Sebagian besar pemikiran Spencer
tentang sosiologi ditulis dalam 10 buku (dua jilid Biologi, dua jilid
psikologi, tiga jilid Sosiologi, dan dua jilid tentang moralitas) yang kemudian
dikemas menjadi Programme of a System of Synthetic Philosophy (1862-1896).
Paket ini memuat seluruh teori evolusi universal, meliputi evolusi bilogi,
psikologi, sosial, dan etika. Karya-karya tersebut mengukuhkan dirinya sebagai
penganut filsafat sintesis, yakni ilmu filsafat yang menggabungkan beberapa
ilmu pengetahuan menjadi satu (Soekanto, 1990).
Dari sederet karya
tersebut, buku Principles of Sociology merupakan karya
monumental Spencer yang mendorong perkembangan Sosiologi sebagai ilmu populer
di masyarakat, terutama di Prancis, Jerman, dan Amerika Serikat. Meski begitu,
Spencer kurang mendapat sambutan di negeri sendiri.
Berikut sejumlah karya utama Spencer semaca
hidupnya:
1.
Social Statics (1850).
2.
Principles of Psychology (1855).
3.
Principles of Biology (1861 dan 1864).
4.
First Principles (1862).
5.
The Study of Sociology (1873).
6.
Descriptive Sociology (1874).
7.
The Principles of Sociology (1877).
8.
Principles of Ethics (1883).
9.
Esai-esai:
- Education (1861)
- The Study of Sociology (1873)
- Education (1861)
- The Study of Sociology (1873)
- The
Nature and Reality of Religion (1885)
- Various
and Fragments (1897)
- Facts
and Comments (1902)
Bila dicermati,
karya-karya Spencer senantiasa mendasarkan konsepsi bahwa seluruh alam, baik
yang berwujud organis, nonorganis, maupun superorganis berevolusi karena
dorongan kekuatan mutlak yang kemudian disebutnya sebagai evolusi universal
(Koentjaraningrat, 1987:34). Gambaran menyeluruh tentang evolusi universal umat
manusia menunjukkan bahwa pada garis besarnya Spencer melihat perkembangan
masyarakat dan kebudayaan dari suatu bangsa di dunia sudah melalui tingkatan
evolusi yang sama.
C. Spencer
tentang Sosiologi
Bagi Spencer,
Sosiologi merupakan suatu studi evolusi dalam bentuk yang paling kompleks. Dia
menguraikan materi sosiologi secara rinci dan sistematis dalam tiga jilidThe
Prinsiples of Sociology. Menurutnya, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan
mengenai hakikat manusia secara inkorporatif dengan pendekatan makro yang
berpusat pada manusia. Sosiologi merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari
segala gejala yang muncul dari perilaku manusia secara bersama-sama.
Spencer dalam Soekanto
(1990: 444-447), objek pokok sosiologi adalah keluarga, politik, agama,
pengendalian sosial, dan industri. Tambahannya antara lain asosiasi, masyarakat
setempat, pembagian kerja, lapisan sosial, sosiologi pengetahuan dan ilmu
pengetahuan, serta penelitian terhadap kesenian dan keindahan. Dia mengingatkan
bahwa sosiologi juga harus menyoroti hubungan timbal balik antara unsur-unsur
yang ada dalam masyarakat yang tetap dan harmonis, serta merupakan suatu
integrasi, seperti pengaruh norma-norma tersebut di atas terhadap kehidupan
keluarga serta hubungan antara lembaga politik dengan lembaga keagamaan. Oleh
karena itu, Spencer berpendapat bahwa sosiologi adalah psikologi yang
dipraktikkan dan mendapat wujud antara lain etika dan peradaban yang terdapat
dalam masyarakat.
Haryanto (tt: 14)
menyimpulkan, pandangan-pandangan Spencer tentang sosiologi mendapat pengaruh
biologi dalam arti luas. Pertumbuhan suatu disiplin ilmu sosiologi dan biologi
telah menarik perhatian baru terhadap faktor-faktor biologis di dalam perilaku
manusia. Oleh para pendukungnya, sosiologi didefinisikan sebagai “suatu studi
sistematik mengenai dasar-dasar biologis dari perilaku manusia”.
Interaksi biologi dan kebudayaan mempengaruhi perilaku manusia yang
dimulai dengan perkembangan masyarakat manusia. Banyak ahli masyarakat abad pertengahan
menganalogikan manusia dengan organisme.
Spencer menekankan pentingnya pendekatan bagi seluruh gejala yang ada serta meningkatkan pendekatan bagi pengkajian kehidupan sosial. Berbeda dengan anggapan masyarakat selama ini tentang semua gejala yang berhubungan dengan masalah kemasyarakatan yang selalu dihubungkan dengan metafisik dan agama, Spencer memperkenalkan pendekatan baru yaitu pendekatan empiris dengan data konkret yang memisahkan antara agama dan metafisik dengan ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh siapa saja dan kapan saja dengan hasil yang sama. Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret.
Pendekatan empiris ala Spencer mendapat banyak tantangan pemuka agama. Menyadari hal itu, Spencer kemudian melakukan rekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan agama. Rekonsiliasi ini dimuat dalam bukunya yang terbit kemudian, yaitu yang berjudul First Prinsciple. Di sana Spencer membedakan fenomena ke dalam dua kelompok, yaitu fenomena atau kejadian yang dapat diketahui dan fenomena atau kejadian yang tidak dapat diketahui. Fenomena dan hal-hal yang dapat diketahui dianggap merupakan pengalaman nyata dan mudah diterima oleh akal manusia, sedang fenomena yang tidak dapat diketahui adalah hal-hal dan kejadian di luar ilmu pengetahuan dan konsepsi manusia (Siahaan, 1986:119-133).
Spencer menekankan pentingnya pendekatan bagi seluruh gejala yang ada serta meningkatkan pendekatan bagi pengkajian kehidupan sosial. Berbeda dengan anggapan masyarakat selama ini tentang semua gejala yang berhubungan dengan masalah kemasyarakatan yang selalu dihubungkan dengan metafisik dan agama, Spencer memperkenalkan pendekatan baru yaitu pendekatan empiris dengan data konkret yang memisahkan antara agama dan metafisik dengan ilmu pengetahuan yang dapat dibuktikan oleh siapa saja dan kapan saja dengan hasil yang sama. Spencer adalah orang yang pertama kali menulis tentang masyarakat atas dasar data empiris yang konkret.
Pendekatan empiris ala Spencer mendapat banyak tantangan pemuka agama. Menyadari hal itu, Spencer kemudian melakukan rekonsiliasi antara ilmu pengetahuan dengan agama. Rekonsiliasi ini dimuat dalam bukunya yang terbit kemudian, yaitu yang berjudul First Prinsciple. Di sana Spencer membedakan fenomena ke dalam dua kelompok, yaitu fenomena atau kejadian yang dapat diketahui dan fenomena atau kejadian yang tidak dapat diketahui. Fenomena dan hal-hal yang dapat diketahui dianggap merupakan pengalaman nyata dan mudah diterima oleh akal manusia, sedang fenomena yang tidak dapat diketahui adalah hal-hal dan kejadian di luar ilmu pengetahuan dan konsepsi manusia (Siahaan, 1986:119-133).
Spencer terus berusaha
mencari sumber-sumber asli dan menganalisis perkembangan aneka ragam ide yang
tersirat di dalamnya. Dia memulai dengan tiga garis besar teorinya yang disebut
dengan tiga kebenaran universal, yakni: 1) Materi yang tidak dapat dirusak; 2)
Kesinambungan gerak; dan 3) Tenaga dan kekuatan yang terus-menerus. Selain itu,
Spencer menyebutkan adanya empat dalil dari kebenaran universal sebagaimana
disebutkan di bawah ini:
1.
Kesatuan hukum dan kesinambungan antara kekuatan-kekuatan yang
tidak pernah muncul dengan sia-sia dan abadi.
2.
Kekuatan ini tidak musnah akan tetapi ditransformasikan ke dalam
bentuk persamaan yang lain.
3.
Segala sesuatu yang bergerak sepanjang garis setidak-tidaknya
akan dirintangi oleh suatu kekuatan yang lain .
4.
Ada sesuatu irama dari gerakan atau gerakan alternatif.
Spencer lebih lanjut
mengatakan, evolusi dalam bentuk yang sederhana hanyalah merupakan suatu gerak
yang hilang dan redistribusi dari keadaan. Evolusi terjadi di mana-mana dalam
bentuk inorganik seperti astronomi dan geologi, dan dalam kehidupan organik
seperti biologi dan psikologi serta kehidupan superorganik seperti sosiologi.
Sedang sistem evolusi umum yang pokok menurut Spencer (Siahaan, 1986:119-133)
meliputi:
1.
Ketidakstabilan yang homogen. Setiap homogenitas akan semakin
berubah dan membesar serta akan kehilangan homogenitasnya karena kejadian
setiap insiden tidak sama besar;
2.
Berkembangnya faktor yang berbeda-beda dalam rasio geometris.
Berkembangnya bentuk-bentuk yang sebenarnya hanya merupakan batas dari suatu
keseimbangan saja, yaitu suatu keadaan seimbang yang berhadapan dengan
kekuatan-kekuatan lain;
3.
Kecenderungan terhadap adanya bagian-bagian yang berbeda-beda
dan terpilah-pilah melalui bentuk-bentuk pengelompokan atau segregasi.
4.
Adanya batas final dari semua proses evolusi di dalam suatu
keseimbangan akhir.
Giddings (1890) meringkas ajaran sistem sosial
Spencer seperti di bawah ini (Haryanto, tt).
1.
Masyarakat adalah organisme atau mereka adalah superorganis yang
hidup berpencar-pencar.
2.
Antara masyarakat dan badan-badan yang ada di sekitarnya ada
suatu keseimbangan tenaga, suatu kekuatan yang seimbang antara masyarakat yang
satu dan masyarakat yang lain, antara kelompok sosial satu dengan kelompok
sosial yang lain.
3.
Keseimbangan antara masyarakat dengan masyarakat, antara
masyarakat dan lingkungan mereka, berjuang satu sama lain demi eksistensi
mereka di antara warga masyarakatnya. Akhirnya konflik menjadi suatu kegiatan
masyarakat yang sudah lazim.
4.
Di dalam perjuangan ini kemudian timbulah rasa takut di dalam
hidup bersama serta rasa takut untuk mati. Rasa takut mati adalah pangkal
kontrol terhadap agama.
5.
Kebiasaan konflik kemudian diorganisir dan dipimpin oleh kontrol
politik dari agama menjadi militerisme. Militerisme pada umumnya membentuk
sifat dan tingkah laku serta membentuk organisasi sosial dalam peperangan.
6.
Militerisme menggabungkan kelompok-kelompok sosial yang kecil
menjadi kelompok sosial yang lebih besar dan kelompok-kelompok tersebut
memerlukan integrasi sosial. Proses semacam ini memperluas medan integrasi
sosial yang biasanya terdapat pemupukan rasa perdamaian antar sesamanya serta
rasa kegotongroyongan.
7.
Kebiasaan berdamai dan rasa kegotongroyongan membentuk
sifat, tingkah laku serta organisasi sosial yang suka pada hidup tenteram dan
penuh dengan rasa setia kawan.
8.
Dalam tipe masyarakat yang penuh dengan perdamaian, kekuatannya
akan berkurang namun rasa spontanitas serta inisiatif semakin bertambah.
Organisasi sosial menjadi semacam bungkus, sedang anggota masyarakat dapat
dengan leluasa pindah dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka mengubah
hubungan sosial mereka tanpa merusak kohesi sosial yang telah ada. Kesemuanya ini
merupakan elemen di mana rasa simpati dan seluruh pengetahuan yang ada di dalam
kelompok sosial merupakan kekuatan tersendiri bagi masyarakat primitif.
9.
Perubahan dari semangat militerisme menjadi semangat
industrialisme. Semangat kerja keras tergantung pada luasnya tenaga antara
kelompok masyarakat yang ada serta kelompok masyarakat tetangganya, antara ras
dalam suatu masyarakat yang ada serta masyarakat yang lain, antara masyarakat
pada umumnya serta lingkungan fisis yang ada. Akhirnya semangat kerja keras
yang disertai dengan penuh rasa perdamaian tak dapat dicapai sampai
keseimbangan bangsa-bangsa serta ras-ras yang ada tercapai lebih dahulu.
10. Di dalam masyarakat,
seperti pada kelompok masyarakat lain tertentu, luasnya perbedaan serta jumlah
kompleksitas segenap proses evolusi tergantung pada nilai proses integrasi.
Semakin lambat nilai integrasinya, semakin lengkap dan memuaskan jalan evolusi
itu. .
D. Spencer
tentang Teori Evolusi
Soekanto
(1990:484-485) mendefinisikan evolusi sebagai serentetan perubahan kecil secara
pelan-pelan dan kumulatif yang terjadi dengan sendirinya dan memerlukan waktu
lama. Evolusi dalam masyarakat adalah serentetan perubahan yang terjadi
karena usaha-usaha masyarakat tersebut untuk menyesuaikan diri dengan keperluan,
keadaan, dan kondisi baru yang timbul sejalan dengan pertumbuhan masyarakat.
Perubahan ini tidak harus sejalan dengan rentetan peristiwa di dalam
sejarah masyarakat yang bersangkutan.
Menurut Soekanto (1990:345-347), teori tentang
evolusi dapat dikategorikan dalam tiga kategori.
1.
Unilinear theories of evolution. Teori ini
berpendapat bahwa manusia dan masyarakat (termasuk kebudayaannya)
mengalami perkembangan melalui tahapan tertentu, mulai dari bentuk sederhana
menuju ke yang lebih kompleks (madya dan modern) dan akhirnya menjadi sempurna
(industrial, sekuler). Pelopor teori ini antara lain adalah August Comte
dan Herbert Spencer. Variasi teori ini adalahCyclical theories yang
dipelopori oleh Vilfredo Pareto dengan mengatakan bahwa masyarakat dan kebudayaan
mempunyai tahap-tahap perkembangan yang merupakan lingkaran yang pada tahap
tertentu dapat dilalui berulang-ulang. Pendukung teori ini adalah Pitirim A.
Sorokin yang mengemukakan teori dinamika sosial dan kebudayaan. Menurut
Sorokin, masyarakat berkembang melalui tahap kepercayaan, tahap kedua dasarnya
adalah indera manusia, dan tahap terakhir dasarnya adalah kebenaran.
2.
Universal theory of evolution. Teori ini menyatakan
bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui tahap-tahap perkembangan
tertentu yang tetap. Kebudayaan manusia telah mengikuti suatu garis evolusi
tertentu. Spencer mengemukakan prinsip-prinsipnya yaitu antara lain mengatakan
bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan sifat maupun susunannya
dari kelompok homogen ke kelompok yang heterogen.
3.
Multilined theories of evolution. Teori ini lebih
menekankan pada penelitian-penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan
tertentu dalam evolusi masyarakat. Misalnya mengadakan penelitian tentang
pengaruh sistem mata pencaharian dari sistem berburu ke sistem pertanian
kekeluargaan dalam masyarakat.
Sementara itu,
perspektif evolusioner adalah sudut pandang teoretis paling awal dalam
sosiologi. Hal tersebut berdasarkan pada karya August Comte (1798-1857)
dan Herbert Spencer (1820-1903). Keduanya menaruh perhatian pada perkembangan
masyarakat secara evolusioner dari keseluruhan atau kesatuan yang utuh. Horton
dan Hunt (1989:16-17) menjelaskan, perspektif evolusioner adalah perspektif
yang aktif, sekali pun bukan merupakan perspektif utama dalam sosiologi.
Dalam bukunya, Positive
Philosophy (1851-1854), Comte menulis tentang tiga tingkatan yang
pasti dilalui pemikiran manusia yaitu: teologis, metafisik (atau filosofis),
dan akhirnya positif (atau ilmiah). Comte berpendapat bahwa masyarakat
mempunyai kedudukan yang dominan terhadap pribadi.
Sebaliknya, Spencer
berpendapat bahwa pribadi mempunyai kedudukan dominan dalam struktur
masyarakat. Dia menekankan bahwa pribadi merupakan dasar struktur sosial,
meskipun masyarakat dapat dianalisis pada tingkat struktural. Struktur sosial
suatu masyarakat dibangun untuk memungkinkan anggotanya memenuhi berbagai
keperluan. Oleh karena itu, banyak ahli memandang Spencer bersifat
individualistis. Terkait ketertarikannya pada perkembangan evolusi jangka
panjang dari masyarakat modern, Spencer menilai masyarakat bersifat
organis. Pandangan ini yang kemudian menjadikan Spencer sering disebut sebagai
seorang teoretis organik karena usahanya memperluas prinsip-prinsip evolusi
pada ilmu biologi ke institusi sosial.
Lebih jauh Spencer
mengungkapkan bahwa perubahan alamiah dalam diri manusia mempengaruhi struktur
masyarakat. Kumpulan pribadi dalam masyarakat merupakan faktor penentu bagi
terjadinya proses kemasyarakatan yang pada hakikatnya merupakan struktur sosial
dalam menentukan kualifikasi. Bagi Spencer, masyarakat merupakan material
yang tunduk pada hukum universal evolusi. Masyarakat mempunyai hubungan fisik
dengan lingkungan yang mengakomodasi dalam bentuk tertentu dalam masyarakat,
terutama dalam organisasinya. Masyarakat tersusun atas dasar hakikat manusia
dan bentuknya sangat dipengaruhi oleh alam yang sulit dimodifikasi. Modifikasi
yang dilakukan oleh manusia sangat sulit ditentukan akibatnya (Haryanto,
tt:24).
Diakui atau tidak,
Spencer terpikat Darwinisme sosial populer setelah Charles Darwin menerbitkan
buku Origin of Species (1859), sembilan tahun setelah Spencer
memperkenalkan teori evolusi universalnya. Spencer memandang evolusi sosial
sebagai serangkaian tingkatan yang harus dilalui semua masyarakat yang bergerak
dari tingkat yang sederhana ke tingkat yang lebih rumit dan dari tingkat
homogen ke tingkat heterogen. Horton dan Hunt (1989:59-61) menilai adanya suatu
optimisme di masyarakat. Kemajuan masyarakat yang terus meningkat pesat pasti
akan mengakhiri kesengsaraan dan meningkatkan kebahagiaan manusia.
Menurut Haryanto
(tt:25), semua teori evolusioner menilai bahwa perubahan sosial memiliki arah
tetap yang dilalui semua masyarakat.
Perubahan sosial
ditentukan dari dalam (endogen) yang sering digambarkan dalam
arti diferensiasi struktural, perubahan dalam arti dari yang paling sederhana
menuju masyarakat yang lebih kompleks. Masyarakat sederhana tidak terpadu yang
tidak pasti (indefinite, incoherent homogenity), memiliki
karakteristik, tidak ada pembagian tugas atau peran yang rinci dan lebih banyak
bersifat informal. Sedang masyarakat yang lebih kompleks (definite,
coherent heterogenity) memiliki karakteristik terspesialisasi dan
formal.
Evolusi terjadi pada
tingkat organis dan pada tingkat anorganis. Pada tingkat organis, perubahan
terjadi dari sel homogen sederhana menuju organisme terpadu yang lebih tinggi
dan kompleks. Evolusi anorganis prosesnya adalah proses yang bermula dari
bulatan gas yang tidak menentu, tidak terpadu dan homogen, kemudian menggumpal
menjadi bintang, planet, matahari, bulan yang berbeda yang kemudian
diintegrasikan menjadi satu keseluruhan dalam gerakan yang mengikuti
hukum-hukum tertentu. Selain evolusi organis dan anorganis, ada evolusi yang
disebut evolusi superorganis. Evolusi superorganis ini hanya terjadi pada
masyarakat. Evolusi superorganis di kemudian hari lebih dikenal sebagai evolusi
sosial dan evolusi produksi yang sekarang kita kenal sebagai evolusi
kebudayaan.
Seperti halnya sel
pada organisme yang mempunyai cara dan sifat masing-masing, Spencer menilai
watak dan sifat manusia itulah yang membawa perbaikan bagi masyarakat. Watak
yang baik mudah menjadi teladan mengalami kemajuan karena rintangan yang muncul
dapat terkikis dengan sendirinya pada saat terjadi proses menyelaraskan diri
dengan masyarakat dan kemajuan. Hal ini juga berarti perjuangan hidup (struggle
for life) dapat diatasi sehingga terbentuk masyarakat terbaik.
Perjuangan hidup dan survival of the fittest adalah suatu
wujud tenaga evolusi dalam masyarakat. Hal ini membuat manusia dalam
masyarakatnya selaras dengan kehidupan politik, industri, dan sebagainya di
sekitarnya. Di sini Spencer melihat kehidupan dalam masyarakat selalu mendorong
anggotanya bersikap menyesuaikan diri dengan panggilan hidup yang lebih maju.
Peraturan negara harus
menjaga agar supaya rakyat dan masyarakat dapat hidup merdeka dan
memperjuangkan hidupnya. Spencer tidak setuju dengan peraturan yang melindungi
pihak yang lemah, yang tidak mampu menyesuaikan diri terhadap kemajuan
masyarakat. Spencer berpendapat bahwa pihak yang lemah hendaknya binasa saja
atau harus berusaha belajar keterampilan dan keuletan sehingga nantinya yang
akan tinggal hanya mereka yang terkuat (the fittest).
Spencer berpendapat
bahwa orang-orang cakap dan bergairah (enerjik) yang akan mampu memenangkan
perjuangan hidup dan berhasil, sedang orang yang malas dan lemah akan tersisih
dengan sendirinya dan kurang berhasil dalam hidup. Kelangsungan hidup keturunan
manusia lebih banyak dipengaruhi oleh kekuatan tenaga hidupnya. Kekuatan
hidupnyalah yang mampu mengatasi kesukaran ujian hidup, termasuk kemampuannya
menyesuaikan diri (berevolusi) dengan lingkungan fisik dan sosial yang selalu
berubah dari waktu ke waktu.
Spencer berpendapat,
suatu organisme akan bertambah sempurna apabila bertambah kompleks dan terjadi
diferensiasi antara bagian-bagiannya. Hal ini berarti ada organisme yang
mempunyai fungsi yang lebih matang di antara bagian-bagian lain dari organisme
sehingga dapat berintegrasi dengan lebih sempurna. Secara evolusioner, tahap
organisme tersebut akan semakin sempurna sifatnya. Dengan demikian organisme
mempunyai kriteria yang dapat diterapkan pada setiap masyarakat yaitu
kompleksitas, diferensiasi, dan integrasi. Evolusi sosial dan perkembangan
sosial pada dasarnya adalah pertambahan diferensiasi dan integrasi, peningkatan
pembagian kerja, dan suatu transisi dari keadaan homogen ke keadaan heterogen
(Soekanto, 1990: 39-41).
Dalam bukunya Principles
of Sociology, Spencer berpendapat bahwa pada masyarakat industri yang
telah terjadi diferensiasi dengan mantap, akan ada stabilitas yang menuju
pada keadaan hidup yang damai. Seperti juga Comte, Spencer berpendapat bahwa
tujuan hidup setiap manusia adalah menyesuaikan diri dengan panggilan hidup
dalam masyarakat sekitarnya yang selalu berevolusi menuju perbaikan dan
kemajuan.
Pusat perhatian
Spencer juga tertuju pada gerak yang dipandang sebagai suatu tenaga yang
menggerakkan proses pemisahan (diferensiasi, membedabedakan) dan proses
mengikat (integrasi, persatuan). Tenaga ini membawa kesamaan dan perpecahan dan
ketidakpastian dalam evolusi sehingga membentuk kelompok, golongan, ras, suku
bangsa, bangsa, dan negara. Evolusi terus berlanjut, ada yang menuju
kesempurnaan, tetapi ada juga yang sebaliknya. Evolusi pada sosiologi mempunyai
arti optimis yaitu tumbuh menuju keadaan yang sempurna, kemajuan, perbaikan,
kemudahan untuk perbaikan hidupnya.
Seperti telah
disinggung di atas, pandangan-pandangan sosiologi Spencer sangat dipengaruhi
pesatnya kemajuan ilmu biologi. Beberapa di antaranya adalah:
1.
Pelajaran tentang sifat keturunan (descension), Lamarck
(1909) yang menyatakan bahwa sifat manusia yang diturunkan kepada anak
cucunya sangat dipengaruhi oleh tempat tinggal dan sifat bangsa itu.
Teori evolusi ini berdasarkan pendapat bahwa hewan yang bertulang punggung bisa
menyempurnakan bentuk badannya berdasarkan kebutuhannya kepada keturunannya.
2.
Teori seleksi dari Darwin (1859) mengatakan bahwa alam akan
membuang segala sesuatu yang tidak terpakai dan memperkuat segala sesuatu yang
berguna, seperti yang terjadi pada binatang, yang kuat akan mampu bertahan
hidup dan yang lemah akan binasa.
3.
Teori tentang penemuan sel. Tubuh hewan dan tumbuh-tumbuhan
terdiri dari organisme kecil-kecil yang disebut sel. Sel ini mempunyai sifat
dan bentuk yang sama, tetapi mampu mempengaruhi sifat binatang atau tumbuhan
berdasarkan ciri yang terkuat pada sel tersebut.
Teori-teori Spencer sangat dipengaruhi oleh
pelajaran tentang sifat keturunan Lamarck yang menyamakan masyarakat dengan
suatu organisme, dengan sel-selnya, dan selanjutnya ia membandingkannya seperti
itu. Pendapat tentang biologi mempengaruhi dunia filsafat, psikologi dan lain
sebagainya sehingga terjalin pertalian yang erat antara ilmu pengetahuan itu
dengan sosiologi.
Membandingkan
masyarakat dengan organisme, Spencer mengelaborasi ide besarnya secara detail
pada semua masyarakat sebelum dan sesudahnya. Spencer menitikberatkan pada tiga
kecenderungan perkembangan masyarakat dan organisme, yaitu: 1) Pertumbuhan
dalam ukurannya; 2) Meningkatnya kompleksitas struktur; 3) Diferensiasi
fungsi.
Spencer berkeyakinan
bahwa kehidupan masyarakat tumbuh secara progresif menuju keadaan yang semakin
baik. Karena itu, kehidupan masyarakat harus dibiarkan berkembang sendiri,
lepas dari campur tangan yang mungkin akan memperburuk keadaan. Spencer
menerima pandangan bahwa institusi sosial sebagaimana tumbuh-tumbuhan dan
binatang, mampu beradaptasi secara progresif dan positif terhadap lingkungan
sosialnya. Ia juga menerima sudut pandang Darwinian bahwa proses seleksi
alamiah, “survival of the fittest”, juga terjadi dalam kehidupan
sosial (istilahsurvival of the fittest justru diciptakan oleh
Spencer beberapa tahun sebelum karya Darwin mengenai seleksi alam muncul). Jika
tidak diganggu intervensi dari luar, individu yang layak akan bertahan hidup
dan berkembang, sedangkan individu yang tak layak akhirnya punah. Spencer
memusatkan perhatian pada individu, sedangkan Comte menekankan pada unsur yang
lebih besar seperti keluarga.
Ritzer dan Goodman
(2007) merangkum teori evolusi Spencer ke dalam dua perspektif. Pertama,
teorinya berkaitan dengan peningkatan ukuran (size)masyarakat.
Peningkatan ini menyebabkan diferensiasi fungsi yang dilakukannya. Kedua,
masyarakat berubah melalui penggabungan. Makin lama makin menyatukan
kelompok-kelompok yang berdampingan. Dia berbicara tentang gerak evolusioner
dari masyarakat yang sederhana ke penggabungan dua kali lipat dan penggabungan
tiga kali lipat.
Di bagian lain,
Spencer menawarkan teori evolusi dari masyarakat militan ke masyarakat
industri. Pada mulanya, masyarakat militan dijelaskan sebagai masyarakat
terstruktur guna melakukan perang, baik yang bersifat defensif maupun ofensif.
Sejalan dengan tumbuhnya masyarakat industri, fungsi perang sebagai perubahan
berakhir. Masyarakat industri didasarkan pada persahabatan, tidak egois, dan
penghargaan terhadap prestasi.
Dalam tulisannya
mengenai etika dan politik, Spencer mengemukakan gagasan evolusi sosial yang
lain. Di satu sisi ia memandang masyarakat berkembang menuju ke keadaan moral
yang ideal atau sempurna. DI sisi lain ia menyatakan bahwa masyarakat yang
paling mampu menyesuaikan diri dengan lingkungannyalah yang akan bertahan hidup
(survive), sedangkan masyarakat yang tak mampu menyesuaikan diri
terpaksa menemui ajalnya. Hasil proses ini adalah peningkatan kemampuan
menyesuaikan diri masyarakat secara keseluruhan.
Jadi, Spencer
mengemukakan seperangkat gagasan yang kaya dan ruwet. Mula-mula gagasannya
menikmati sukses besar, tetapi kemudian ditolak selama beberapa tahun, dan baru
belakangan ini hidup kembali dengan munculnya teori sosiologi neoevolusi.(*)
0 komentar:
Posting Komentar